Wish [Chapter 4]


-= Wish =-

.

.

.

~ A story by shimizudani ~

.

.

.

13 tahun yang lalu.

Tok. Tok. Tok.

Rangkaian suara itu terdengar begitu nyaring di telinga seorang wanita yang tengah sibuk dengan pekerjaan dapurnya. Ia melirik sekilas jam di ruang itu. Masih jam sebelas. Siapa yang datang jam segini? Tidak mungkin teman sekantornya, bukan? Ia sudah meminta izin libur hari ini. Tentu saja dengan persetujuan dari atasannya. Lalu siapa yang mengetuk pintu barusan?

Sang wanita mulai berjalan ke arah satu-satunya pintu yang menghubungkan rumahnya dengan dunia luar. Ditinggalkannya semua pekerjaan yang tengah ia lakukan di dapur. Apalagi yang dilakukannya selain menyiapkan makan siang? Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Dan itu merupakan waktu yang tepat untuk membuat makan siang.

“Kibum,” panggil sang wanita setelah membuka pintu kecokelatan itu. Ya, orang yang mengetuk pintu adalah Kibum—sahabat putra semata wayangnya yang sekaligus menjadi tamunya hari ini. Kibum masih mengenakan seragam sekolahnya, lengkap dengan sepatu dan tas ransel yang berada di balik punggungnya. Ia membalas senyum mungil itu tatkala Kibum memberikan senyum padanya. “Ayo masuk,” katanya mengijinkan sang bocah masuk.

Kamsahamnida,” balas bocah imut itu kemudian masuk ke dalam, mengikuti sang pemilik rumah.

“Kibum ingin menjenguk Kyu?” tanya wanita itu yang tak lain adalah ibu Kyu.

Tanpa ragu Kibum menganggukkan kepalanya. “Ne. Kata Bu Guru, Kyu sakit.” Ia mengungkapkan alasannya mengunjungi rumah sahabatnya.

“Iya, Kyu demam. Tapi sekarang sudah lebih baik,” ucapnya, berusaha menenangkan Kibum.

“Kenapa Kyu bisa sakit?” Pertanyaan polos itu terlontar begitu saja dari bibir Kibum, membuat ibu Kyuhyun terhenyak mendengarnya. Anak ini… Begitu khawatirnya kah pada keadaan Kyu? Bahkan ucapannya barusan tidak mampu menghilangkan gurat khawatir yang tercetak di wajah putra sahabatnya itu. “Kyu hanya kelelahan setelah acara wisata kemarin.”

Kibum terlihat berpikir. Kedua alisnya bertumpu menjadi satu. “Kibum juga lelah. Tapi Kibum tidak sakit,” ujar bocah laki-laki yang usianya terpaut lima bulan dari Kyu. Namun sepertinya bukan hanya usianya yang lebih tua dari Kyu, tapi juga pemikirannya yang lebih dewasa. Ia mengungkapkan hasil pemikirannya dan membuat ibu Kyu sedikit memutar otak untuk menjawabnya.

“Kyu tidak seperti Kibum. Kyu mudah sakit.” Hanya penjelasan singkat yang diberikan ibu Kyu, berharap sang bocah tidak kesulitan menangkap maksud ucapannya.

Kibum mengangguk-angguk. Entah mengerti atau tidak mengerti. Tak ada yang tahu sampai ia berkata, “Jadi Kyu tidak boleh kelelahan agar tidak sakit.”

Ibu Kyu menatap takjb bocah lelaki di hadapannya. Tak disangka Kibum dengan mudah mengerti penjelasan yang ia berikan. Seulas senyum diberikannya pada Kibum. “Iya. Kibum mau kan menjaga Kyu agar tidak sakit?” tanyanya sembari membelai rambut Kibum penuh sayang. Kibum adalah putra Kim Eunji, sahabatnya. Dan ia sudah menganggap Kibum sebagai putranya sendiri, sama seperti Eunji yang menerima mereka—Cho Hyuna dan Cho Kyuhyun—menjadi bagian dari keluarganya.

Kibum kembali mengangguk. Kali ini dengan senyum lebar yang terkembang di wajahnya. “Ne.”

Flashback end

.

.

.

Kedua bola mata itu bergerak resah dalam tidurnya, tersembunyi di balik kelopak matanya yang tertutup. Sepasang mata itu perlahan membuka, menampilkan obsidian cokelat pemiliknya. Ia mengerjap beberapa kali demi mengumpulkan kesadarannya yang belum sepenuhnya terkumpul. Tak butuh waktu lama karena pemilik mata indah itu kini tengah terduduk. Diperhatikannya kamar yang tidak terlalu besar itu, juga kasur yang ditempatinya. Ada yang aneh. Kamar ini tidak sama seperti kamarnya. Namun ia tidak merasa asing dengan kamar yang ia yakini bukan kamarnya itu. Ia pernah mengunjungi kamar ini.

“Ini kamar Kibum,” ujarnya lebih kepada dirinya sendiri setelah menyadari siapa pemilik kamar yang tengah ditempatinya. Tidak ada orang lain di sana. Jadi tidak ada yang menjadi lawan bicaranya selain dirinya sendiri.

Ia memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Ia ingat apa saja yang dilakukannya kemarin. Mengunjungi makam ibunya, pergi ke sekolah lamanya, bertandang ke sekolah lama Kibum, serta sedikit berjalan-jalan di kota yang telah lama ditinggalkannya. Ia juga ingat saat ia mengantar Kibum pulang. Namun setelahnya… Gelap. Apa ia pingsan?

Kyuhyun menempelkan salah satu tangannya di dahinya. Hangat. Ini pasti efek kelelahan akibat perjalanannya kemarin. Pergi ke Jeonju setelah sekolah usai dan pulang hampir tengah malam tanpa mengenakan jaket. Ia memang bodoh karena memilih menghadapi dinginnya malam, sementara ia sadar bahwa tubuhnya tak akan kuat menanggungnya. Jadi jangan salahkan demam jika sakit itu datang padanya.

Tiba-tiba pintu kamar Kibum terbuka. Menampilkan seorang wanita paruh baya dengan membawa nampan, lengkap dengan sebuah mangkuk dan gelas di atasnya. Wanita itu tersenyum. Begitu pula dengan Kyuhyun yang membalas senyum itu, walau ia ragu apakah senyum itu benar-benar tercetak di wajahnya—mengingat tubuhnya yang terasa lemas.

“Kau sudah bangun?” tanya wanita yang merupakan ibu Kibum, mulai berjalan ke arahnya.

Ne,” jawab Kyuhyun dengan matanya yang tak lepas dari sosok wanita yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri itu.

Ibu Kibum meletakkan nampan yang dibawanya ke atas meja kecil di samping tempat tidur, kemudian duduk di sana. “Semalam kau pingsan. Kau demam,” ujar ibu Kibum memulai percakapan. Tanpa aba-aba, ia meletakkan tangan kanannya di dahi Kyuhyun untuk mengecek keadaan pemuda itu. “Masih demam.” Ibu Kibum menyampaikan hasil dari kegiatannya tadi. “Makanlah buburnya. Setelah itu minum obat agar demammu turun,” lanjutnya.

Kyuhyun menatap mangkuk berisi bubur yang kini berada di tangannya. Kemudian pandangannya beralih kepada satu-satunya lawan bicaranya. Ia mengangguk patuh. Tidak mungkin ia menolak perintah baik barusan, kan?

“Semoga cepat sembuh.” Ibu Kibum berkata sambil mengacak pelan rambut Kyuhyun, membuat surai panjang itu sedikit berantakan. Ah, Kyuhyun rindu suasana ini.

Suara bel panjang terdengar di seantero sekolah, menandakan jam sekolah telah usai. Hampir semua siswa di SMA itu mulai mengemasi buku-buku mereka. Setelahnya mereka pun beranjak pergi meninggalkan kelas masing-masing. Ada yang berlari, ada pula yang hanya berjalan santai. Yang pasti, raut gembira itu jelas terpancar dari wajah mereka.

Bel ini merupakan penantian panjang Kibum. Entah kenapa sekolah terasa sangat membosankan hari ini. Tidak ada Kyuhyun. Tidak ada game. Tidak ada pula matematika yang menjadi mata pelajaran favoritnya. Hhh… Ia menghela napas panjang. Dipandanginya kursi di sampingnya yang seharian ini tanpa penghuni. Kyuhyun sakit. Dan itu adalah salahnya, sepertinya, karena ia membiarkan Kyuhyun kedinginan semalam.

“Hhh…” Helaan napas itu kembali terdengar. Bagaimana keadaan bocah itu sekarang? Ia berharap keadaan Kyuhyun sudah lebih baik. Ia sudah meminta ibunya untuk merawat Kyuhyun. Ah, tanpa dimintapun, ibunya pasti akan melakukannya. Bukankah Kyuhyun terlalu berharga untuk dibiarkan begitu saja oleh keluarganya?

“Kibum,” panggil seseorang, membuat Kibum yang baru beberapa langkah keluar dari kelasnya, terpaksa berhenti. Ia tidak suka jika ada orang yang mengganggu kegiatannya, sebenarnya. Ia juga tengah berpikir ketika orang yang memanggilnya itu dengan seenaknya membuyarkan isi otaknya. Dan yang lebih tak disukainya, ia terpaksa harus berbalik demi melihat Sungmin dan Donghae yang berdiri tak jauh darinya. Ia tak perlu repot mencari orang lain yang mungkin memanggilnya karena ia hapal pemilik suara itu—hyung kesayangan Kyuhyun.

“Bagaimana keadaan Kyu?” tanya Sungmin tanpa basa-basi.

Kibum mengangkat bahu, tanda tak tahu. “Molla. Aku baru mau pulang untuk melihat keadaannya,” jawab sang pemuda berkacamata, sekenanya.

“Kami ikut,” ucap Sungmin tanpa ragu.

Dua kata yang membuat Kibum cukup terkejut. Ia memperhatikan Sungmin. Raut khawatir tercetak jelas di wajahnya. Kibum memang memberitahukan keadaan Kyuhyun yang tiba-tiba pingsan pada Sungmin. Jadi wajar jika pemuda berkulit putih itu bereaksi demikian. Pandangannya lalu beralih pada pemuda lain yang berdiri di samping Sungmin. Donghae, pemuda yang juga tinggal satu atap dengan Kyuhyun, hanya membuang muka ketika matanya secara tak sengaja bertemu pandang dengan milik Kibum.

Untuk kesekian kalinya, helaan napas itu keluar dari bibir Kibum. Jujur, ia merasa sedikit terganggu dengan keberadaan mereka berdua—terutama Sungmin. Ia sudah menghindari pemuda itu selama istirahat tadi dan berharap tak perlu bertemu dengannya hari ini. Ia tahu dirinya tak boleh melakukan hal ini. Tapi, entahlah. Ia hanya sedang malas bicara. Apalagi jika menyangkut tentang Kyuhyun. “Baiklah,” ujarnya, akhirnya. Ia tak punya pilihan lain selain menerima mereka sebagai tamu, bukan?

Perjalanan dari sekolah ke rumah yang biasa ditempuh Kibum lebih dari setengah jam menggunakan bus, kali ini hanya butuh waktu tak lebih dari 15 menit. Kalau bukan teringat ucapan Kyuhyun tentang penyakit Sungmin, ia tentu sudah menolak tawaran mereka untuk naik taksi bersama. Dan kenyataan bahwa mereka akan berkunjung ke rumahnya, membuat Kibum mengiyakan ajakan mereka. Ia pun mau tak mau menjawab pertanyaan Sungmin tentang Kyuhyun. Tidak semua. Hanya beberapa pertanyaan yang menurutnya juga akan dijawab Kyuhyun jika mendengarnya. Ditambah sedikit kebohongan, pastinya.

Bagi Sungmin, ini adalah pertama kalinya ia bertandang ke rumah Kibum. Rumah Kibum tidak terlalu besar, memang. Tidak lebih besar dari rumahnya. Namun ia merasa nnyaman berada di rumah berlantai dua yang didominasi warna hijau ini. Pantas saja Kyuhyun sering datang ke sini, pikirnya. Ia begitu tertarik dengan dekorasi salah satu sudut ruangan tempatnya berada saat ini. Sebuah pohon dengan kumpulan foto sebagai bagian dari daunnya. Unik.

Kyuhyun masih tidur. Kibum tengah membantu ibunya menyiapkan makan malam, meninggalkan Sungmin dan Donghae.  Daripada hanya duduk diam, mereka berdua memilih menyibukkan diri dengan mengamati satu-persatu foto-foto pada pohon itu. Ada Kibum di sana—Kibum kecil, Kibum remaja, sampai Kibum yang saat ini Sungmin kenal. Ada seorang wanita paruh baya yang sudah dikenalinya sebagai ibu Kibum. Ada pula seorang gadis yang lebih muda dari Kibum, yang menurutnya adalah adik Kibum karena seingatnya Kibum memang memiliki seorang adik perempuan. Begitu dengan ayah Kibum yang juga ada di sana. Bagaimana ia bisa tahu? Tidak sulit. Foto keluarga di ruang tamu telah membantunya mengenali keluarga Kibum yang menjadi bagian dari kumpulan foto di hadapannya.

Sebuah senyum tersungging di bibir Sungmin saat ia melihat sebuah foto lama—foto pernikahan orangtua Kibum. Ia jadi teringat dengan foto pernikahan orangtuanya. Mereka sama-sama terlihat bahagia. Namun senyum itu memudar tatkala ia melihat foto lain di sana. Ada dua pasangan—dua pasangan penganting lebih tepatnya karena terdapat dua orang wanita dengan gaun putih yang menggenggam sebuket bunga di masing-masing tangan mereka, serta dua orang laki-laki yang sama-sama mengenakan setelan jas hitam. Satu pasangan dikenalinya sebagai orangtua Kibum. Tapi siapa pasangan satunya?

Turun ke bawah, ada beberapa foto Kibum kecil bersama dengan Kyuhyun. Kyuhyun? Ia memicingkan matanya demi mengenali bocah lelaki lain yang ada bersama Kibum. Benar itu Kyuhyun, adiknya. “Kyu.” Secara tak sadar Sungmin menggumamkan nama itu. Donghae mendengarnya, kemudian mengikuti arah pandang Sungmin dan menemukan Kyuhyun yang menjadi bagian foto itu. Cukup aneh karena Kyuhyun tidak pernah menceritakan tentang Kibum, bahkan sejak pertama kali mereka bertemu. Dan tawa itu, Sungmin tidak pernah melihat Kyuhyun tertawa sebahagia ini sebelumnya. Jadi mereka benar-benar bersahabat sebelumnya? Pertanyaan itu melintas begitu saja dalam benaknya.

Namun ada dua buah foto yang membuatnya sangat terkejut. Begitu terkejutnya hingga Sungmin dan Donghae mengerutkan dahinya. Salah satu foto tersebut memperlihatkan keluarga Kibum serta Kyuhyun kecil dan seorang wanita di sana. Foto satunya memperlihatkan seorang wanita yang sama tengah memeluk Kyuhyun kecil dengan senyum di kedua wajah mereka. Bukankah wanita itu yang ada di foto dua pasangan pengantin tadi? Sungmin dan Donghae saling bertatapan. Mata mereka membulat sempurna. Apakah wanita itu ibu Kyuhyun? Jika benar, maka pria selain ayah Kibum… Apakah dia ayah Kyuhyun?

Waktu menunjukkan pukul tujuh malam ketika Kyuhyun bangun dari tidur panjangnya. Ia mengerjapkan kedua matanya. Perlahan ia mulai duduk. Pusing di kepalanya sedikit berkurang, walaupun masih terasa berdenyut-denyut. Diperhatikannya kamar Kibum yang tanpa penghuni, selain dirinya. Lampu kamar sudah menyala. Apa Kibum sudah pulang? Di mana dia sekarang? Kyuhyun menyibakkan selimutnya. Ia berjalan menuju satu-satunya pintu di kamar itu. Pintu itu tidak dikunci, tentu saja. Siapa juga yang akan menguncinya? Kyuhyun mulai melangkahkan kakinya menuruni tangga. Dapat didengarnya suara Kibum, ibu dan ayahnya, serta Saehee dari lantai satu. Tidak hanya itu. Dua suara lain juga didengarnya. Suara itu tidak asing baginya. Itu suara hyungnya.

Hyung,” panggil Kyuhyun yang telah sampai di tempat di mana mereka berkumpul. Sesuai tebakannya, dua hyungnya memang ada di sini.

“Kau sudah bangun?” tanya Sungmin yang mendapat anggukan dari Kyuhyun sebagai jawaban.

Hyung sedang apa di sini?” tanya Kyuhyun yang penasaran melihat dua hyungnya di rumah Kibum. Ah, apakah ia lupa bahwa ia sedang sakit dan tidak pulang semalam? Jadi tidak aneh, bukan, jika keluarganya ada di sini untuknya?

“Menjemputmu. Aku sudah menelepon Appa tadi.”

Selesai mengucapkan kalimat tersebut, terdengar suara bel yang menandakan kedatangan tamu di rumah itu. Nyonya Kim sebagai sang pemilik rumah beranjak dari tempatnya duduk lalu berjalan menuju intercom yang terletak di ruang tamu. Dari layar intercom itulah, ia tahu siapa orang yang menekan bel dan menjadi tamunya. Seorang pria paruh baya tengah berdiri di depan pintu rumah keluarga Kim. Nyonya Kim sudah menduga pria itu akan datang ke rumahnya. Apalagi setelah mendengar perkataan Sungmin sebelumnya. Ya, tamunya adalah Tuan Lee Chunhwa.

“Annyeonghaseyo,” sapa Tuan Lee tatkala pintu di hadapannya terbuka, menampilkan Nyonya Kim yang muncul dari baliknya. “Ternyata benar jika itu memang Anda,” tambahnya.

Nyonya Kim hanya tersenyum mendengarnya. “Akhirnya kita bertemu. Sudah sejak lama kami ingin mengunjungimu.” Ia membalas perkataan tamunya. “Silahkan masuk,” lanjutnya, mempersilahkan Tuan Lee memasuki kawasan rumahnya. Ia membawa pria paruh baya itu ke tempat keluarganya berkumpul tadi.

“Appa,” ujar Sungmin dan Donghae serempak. Akhirnya orang yang mereka tunggu-tunggu datang juga. Sang penjemput yang juga adalah ayah mereka. Tanpa pikir panjang, mereka lalu mengambil tas mereka dan kini telah berdiri di sisi ayahnya.

Seperti tersadar dari lamunanya, Kyuhyun baru bereaksi setelah mendapat isyarat dari Sungmin. Sempat bingung karena ia tak langsung mengerti arti tanda itu. Tapi melihat ayah dan dua hyungnya membuat ia sadar bahwa tempat ini bukanlah rumahnya, walau seberapapun nyamannya ia berada di sini. “Aku ambil tas dulu,” ucapnya sebelum berbalik kembali ke kamar Kibum.

“Terima kasih sudah menjaga Kyuhyun.” Tuan Lee berkata sambil membungkukkan sedikit badannya pada orangtua Kibum.

Kibum melirik kedua orangtuanya. Saat ini ayah dan ibunya tengah saling berpandangan. Bukan. Bukan karena mereka menolak rasa terimakasih Tuan Lee ataupun merasa tak enak karenanya. Hanya saja pandangan mata mereka seperti mengisyaratkan sesuatu.

“Bisakah Kyuhyun tinggal di sini sampai dia benar-benar sembuh?”

Pertanyaan yang dilontarkan Kim Jaehwan, ayah Kibum, mau tak mau membuat semua orang di sekililingnya menunjukkan ekspresi terkejut. Terutama oleh keluarga Kyuhyun dan Kyuhyun sendiri.

.

–  Chapter 4 End  –

.


Published it on this blog and my FFn account. Selama aku masih bisa buka FFn, aku akan tetep akan posting FF ini di sana. Terima kasih sudah berkunjung dan berkenan membaca FF dariku.

Special thanks to readers and reviewers on FFn yang sabar menunggu lanjutan FF ini yang bisa sangat lama ^^

© shimizudani

Posted on October 22, 2014, in Brothership, Family, FanFiction, Friendship and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. 6 Comments.

  1. anyeong… aku reader baru disini,, hehehe mianhe langsung comment disini,,, ff brothership ea,,, ok lanjutne,, masih banyak misteri di ff ini sampe aku sendiri aja mau nanya yang mana jadi bingung,,,

  2. Mian bru cment d part 4,,reader bru, salam kenal..untng pndah k wp,krn kalo d ffan gk bsa cment,krn q gk pny akun ffan,,pngglny autor ato ap nie? Sekali lg slam knal,dn next part aj

  3. wah, di publish di wordpress 😀 waktu di ffn ga bisa riview, dan akhirnya jadi silent reader. Dan benar2 jadi silent karena ff author ga juga lanjut, kkkk
    Author-nim salam kenal, kha imnida, ff ini kha suka bnget, genre nya favorit, semangat untuk menulis chapter selanjut, selanjut, dan selanjutnya!

Leave Comments

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.